Cerpen yang berkaitan dengan hubungan manusia dan
cinta kasih
Cerpen
AYAH
Oleh: Alifia Zahra
Hai
namaku Aisyah, aku hidup bersama ayahku. Ibu ku sudah meninggal saat ibuku
melahirkanku. Aku tak sempat untuk melihat wajahnya. Tapi foto-foto ibulah yang
membuat ku menjadi semangat. Ayah ku adalah seorang arsitektur di Jakarta. Aku
bangga terhadap ayahku. Bila besar nanti aku ingin sekali menjadi dia, bekerja
tanpa putus asa.
Hari
ini adalah hari pertama ku masuk sekolah menengah pertama. Aku bersekolah di sekolah
Berlin Internasional School. Saat hari pertama sekolah memang aku seperti
dijauhi, kan baru pertama sekolah. Aku mempunyai seorang sahabat yang namanya
Alisa. Dia sangat baik padaku dan dia adalah tetanggaku. Dia mengerti dengan
keadaan ku sekarang.
Di
kelas, suasana dangat sunyi, tak ada satupun kata yang keluar dari bibir manis
kawanku. Pantes saat ini mereka diam, hari ini adalah ujian pelajaran
MATEMATIKA. Mereka terlihat bingung, menggaruk-garukkan kepalanya lah, dan
sebagainya. Aku tertawa melihat mereka dengan tingkah lucu mereka. Bel pun
sudah berbunyi, tanda jam pulang pun tiba. Seperti biasanya ku menuggu jemputan
ayahku. Tak lama ayahku pun tiba, ku pun langsung masuk ke dalam mobil ayahku.
Di dalam mobil ku bercerita bagaimana keasyikan ku di kelas, ayahku tertawa,
terharu, dan sebagainya.
Sesampai
kami di rumah, ku pun langsung memyimpan tas di kamar dan langsung ke dapur
untuk membuat kopi untuk ayahku. Ku kasihan melihat ayahku yang dari tadinya
kecapean. Ayah ku pun meminum secangkir kopi buatanku.
“Rasanya itu manis sekali, seperti senyuman kamu Aisyah.” Kata ayah menggodaku.
“Hah? masa sih yah? makasih ya yah, Aisyah sayang sekali sama ayah.” Jawabku dan langsung memeluk ayah. Air mataku perlahan-lahan jatuh. Ku teringat hal-hal yang tak mungkin, ku mengingat jika ayahku nanti pergi jauh, siapa yang akan menjagaku?” tanya ku dalam hati.
“Sama-sama Aisyah.”
“Rasanya itu manis sekali, seperti senyuman kamu Aisyah.” Kata ayah menggodaku.
“Hah? masa sih yah? makasih ya yah, Aisyah sayang sekali sama ayah.” Jawabku dan langsung memeluk ayah. Air mataku perlahan-lahan jatuh. Ku teringat hal-hal yang tak mungkin, ku mengingat jika ayahku nanti pergi jauh, siapa yang akan menjagaku?” tanya ku dalam hati.
“Sama-sama Aisyah.”
Malam
pun tiba, seperti biasanya aku makan malam bersama ayahku. Ku teringat ibuku,
andai saja dia ada disini, pasti aku akan makan makanan yang sangat enak dan
nikmat. Dan aku tak kesepian karna dialah yang selalu menyayangiku. Tapi ku
juga senang, masih mempunyai seorang ayah, dia selalu menjagaku, merawatku,
saat ku kesepian dia yang selalu menghiburku dengan kekonyolannya itu. Saat ku
mengingat ibu, aku pun menjadi tak selera makan. Air mataku perlahan-lahan
jatuh. Makanan itu tak kusentuh lagi.
“Kenapa kamu Aisyah? kok gak dihabiskan makannya?” Tanya ayahku dan datang menghampiriku.
“Aisyah tak kenapa-kenapa kok yah.” Jawabku sambil menghapus air mataku.
“Terus? Mengapa makanan mu itu tak kamu sentuh lagi? dan kenapa kamu menangis Aisyah?” tanya ayah lagi yang sangat penasaran.
“Aisyah tak selera makan saja yah, Aisyah menangis Karena Aisyah teringat Bunda yah.” Jawabku dan memeluk ayah.
“Sudahlah Aisyah, ayo kamu makan entar kamu sakit. Setelah kamu makan, ayah janji akan menceritakan bundamu bagaimana kesehariannya itu.” Gumam Ayah dan tersenyum manis.
“Baiklah yah.”
“Kenapa kamu Aisyah? kok gak dihabiskan makannya?” Tanya ayahku dan datang menghampiriku.
“Aisyah tak kenapa-kenapa kok yah.” Jawabku sambil menghapus air mataku.
“Terus? Mengapa makanan mu itu tak kamu sentuh lagi? dan kenapa kamu menangis Aisyah?” tanya ayah lagi yang sangat penasaran.
“Aisyah tak selera makan saja yah, Aisyah menangis Karena Aisyah teringat Bunda yah.” Jawabku dan memeluk ayah.
“Sudahlah Aisyah, ayo kamu makan entar kamu sakit. Setelah kamu makan, ayah janji akan menceritakan bundamu bagaimana kesehariannya itu.” Gumam Ayah dan tersenyum manis.
“Baiklah yah.”
Setelah
makan kami pun berkumpul di ruang keluarga, dan ayah pun langsung menceritakan
tentang bunda. Ingin rasanya bunda dan ayah ada selalu di dalam dekapku. Sedih
rasanya mendengar cerita ayah. Malam pun sudah larut sekali, aku pun langsung
ke kamar ku dan terbawa ke dalam mimpi yang indah.
Pagi pun tiba, hari ini hari minggu seperti biasanya aku dan ayahku sering berbelanja ke mall. Jalan jalan adalah kesukaanku. Kebetulah hari ini hari libur ayahku kerja. Hari ini aku belanja di sebuah mall dekat dengan rumahku. Sudah 2 jam kami berbelanja, kami pun pergi ke sebuah café di sebuah mall itu. Kami pun makan siang bersama. Setelah itu kami pun pulang.
Pagi pun tiba, hari ini hari minggu seperti biasanya aku dan ayahku sering berbelanja ke mall. Jalan jalan adalah kesukaanku. Kebetulah hari ini hari libur ayahku kerja. Hari ini aku belanja di sebuah mall dekat dengan rumahku. Sudah 2 jam kami berbelanja, kami pun pergi ke sebuah café di sebuah mall itu. Kami pun makan siang bersama. Setelah itu kami pun pulang.
“Ayah,
Aisyah ingin sekali pergi ke makam nya Bunda, Aisyah ingin mendoakan untuk
bunda, agar bunda disana tenang.” Gumamku bersedih.
“Tapi nak?” jawab ayah menoleh.
“tapi apa yah? Ayah gamau ya antar Aisyah ke makamnya Bunda, Aisyah pengen mendoakan bunda yah.” Tanyaku dengan suara keras.
“Bukan seperti itu nak, bukannya ayah tak mau mengantar mu ke makam bundamu, ayah sedang tak bisa mengantarkanmu ke makam bunda karena pemakamannya di rumah nenek kamu nak, sangat jauh nak kita kesana.” Jawab ayah panjang lebar.
“Gapapa yah, Aisyah akan libur sekolah.”
“Tetap tidak bisa nak.”
“Ayah selalu seperti itu, tak mau mendengarkan apa yang Aisyah mau.”
Ayahpun hanya terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa lagi. Akhirnya dia putuskan untuk kemakamannya bundanya Aisyah. Mereka pun menyiapkan barang yang harus dibawa. Sudah 8 jam perjalanan ke kampung halamannya, dan akhirnya mereka pun tiba. Aisyah sangat sibuk, ia ingin sekali ke makam bundanya, malam pun ia jadi meminta untuk ke makam ibunya. Ayahnya terus membatalkannya.
“Tapi nak?” jawab ayah menoleh.
“tapi apa yah? Ayah gamau ya antar Aisyah ke makamnya Bunda, Aisyah pengen mendoakan bunda yah.” Tanyaku dengan suara keras.
“Bukan seperti itu nak, bukannya ayah tak mau mengantar mu ke makam bundamu, ayah sedang tak bisa mengantarkanmu ke makam bunda karena pemakamannya di rumah nenek kamu nak, sangat jauh nak kita kesana.” Jawab ayah panjang lebar.
“Gapapa yah, Aisyah akan libur sekolah.”
“Tetap tidak bisa nak.”
“Ayah selalu seperti itu, tak mau mendengarkan apa yang Aisyah mau.”
Ayahpun hanya terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa lagi. Akhirnya dia putuskan untuk kemakamannya bundanya Aisyah. Mereka pun menyiapkan barang yang harus dibawa. Sudah 8 jam perjalanan ke kampung halamannya, dan akhirnya mereka pun tiba. Aisyah sangat sibuk, ia ingin sekali ke makam bundanya, malam pun ia jadi meminta untuk ke makam ibunya. Ayahnya terus membatalkannya.
Keesokan
harinya, mereka pun pergi ke makam bundanya. Aisyah sagatlah kusyuk mendoakan
bundanya. Ayahnya sangat terharu melihat anaknya itu. Iya benar benar mendoakan
bundanya. Ia menangis dan memeluk ayahnya.
“Ayah, Aisyah ingin sekali melihat wajahnya bunda, Aisyah ingin memeluknya ayah.” Gumam Aisyah dan memeluk ayahnya lagi.
“Iya nak, tapi bagaimana nak, bunda mu sudah tidak ada lagi di dunia ini, dia sudah di tempat yang sangat tenang nak.” Jawab ayahnya.
“Aisyah ingin menyusulnya yah.”
“Nak, pasti kamu akan menyusulnya nak.”
“Benerankan yah?”
“Iya nak.”
Semua yang ada disitu menangis melihat Aisyah yang sudah 11 tahun ditinggal oleh bundanya tetapi ia masih tetap menyayanginya.
“Ayah, Aisyah ingin sekali melihat wajahnya bunda, Aisyah ingin memeluknya ayah.” Gumam Aisyah dan memeluk ayahnya lagi.
“Iya nak, tapi bagaimana nak, bunda mu sudah tidak ada lagi di dunia ini, dia sudah di tempat yang sangat tenang nak.” Jawab ayahnya.
“Aisyah ingin menyusulnya yah.”
“Nak, pasti kamu akan menyusulnya nak.”
“Benerankan yah?”
“Iya nak.”
Semua yang ada disitu menangis melihat Aisyah yang sudah 11 tahun ditinggal oleh bundanya tetapi ia masih tetap menyayanginya.
Hari
ini adalah hari pembagian rapor UTS semester 1. Aku menuggu kehadiran ayahku,
tapi tak datang datang juga ke sekolah. Sudah 1 jam ku menunggu ayahku. Aku
merasa khawatir terhadap ayahku. Aku menghubunginya, tapi Handphonenya tidak
aktif. Aku mulai cemas, aku takut terjadi apa apa pada ayahku. Ku berdoa kepada
tuhan agar ayahku baik-baik saja. Ku mondar mandir di depan kelasku tapi ayahku
belum datang juga. akhirnya aku pun mengambil sendiri hasil ujianku ini.
Setelah itu aku pun pulang, sesampai ku disekolah, tak sedikit pun ku mendengar
suara ayahku.
Mungkin
ayah ku sibuk dengar kerjanya. Ku mendengar suara teriakkan di luar rumahku. Ku
pun membuka pintu, ternyata dia adalah teman kerja ayahku.
“Ada apa pak? Kok teriak teriak?” Tanya ku dengan lembut.
“Ayahmu nak…?” jawab bapak itu.
“Ayahku kenapa pak?” tanyaku lagi.
“Ayahmu sedang di rumah sakit, ia kritis, dan sekarang dia belum sadar juga nak.”
“Apa? Ayah ku di rumah sakit?”
“Iya nak.”
AYAAAHHH. Teriakku, ku tak sanggup melihat keadaan ayahku sekarang ini. Benar atas dugaanku, ayah ku pasti sedang tidak baik kondisinya. Ku peluk ayahku, ku cium dia. Tapi sekarang dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah meninggalkanku dan juga orang orang yang ada di dunia ini. Aku ingin ikut kalian yah, bunda, Aisyah rindu kalian, Aisyah rindu senyumnya ayah, senyumnya bunda, kasih sayang ayah dan bunda. Aisyah ingin ikut kalian yah bunda.
TAMAT
“Ada apa pak? Kok teriak teriak?” Tanya ku dengan lembut.
“Ayahmu nak…?” jawab bapak itu.
“Ayahku kenapa pak?” tanyaku lagi.
“Ayahmu sedang di rumah sakit, ia kritis, dan sekarang dia belum sadar juga nak.”
“Apa? Ayah ku di rumah sakit?”
“Iya nak.”
AYAAAHHH. Teriakku, ku tak sanggup melihat keadaan ayahku sekarang ini. Benar atas dugaanku, ayah ku pasti sedang tidak baik kondisinya. Ku peluk ayahku, ku cium dia. Tapi sekarang dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah meninggalkanku dan juga orang orang yang ada di dunia ini. Aku ingin ikut kalian yah, bunda, Aisyah rindu kalian, Aisyah rindu senyumnya ayah, senyumnya bunda, kasih sayang ayah dan bunda. Aisyah ingin ikut kalian yah bunda.
TAMAT